Selasa, 30 Desember 2014

Epistemologi : Ilmu Pengetahuan



JUSTIFIKASI EPISTEMOLOGI
A. Evidensi
Evidensi adalah ‘cara bagaimana ada atau kenyataan hadir bagi saya’ atau ‘perwujudan dari ada bagi akal’. Konsekuensi dari pengertian itu adalah bahwa evidensi sangatlah bervariasi. Akibat lebih lanjut adalah persetujuan yang dijamin oleh kehadiran ada yang bervariasi ini juga akan bervariasi pula.
Seorang positivis mungkin menyatakan pengandaian bahwa masa depan adalah mirip dengan masa lampau. Namun evidensi yang menjamin kepastiannya bukanlah kepastian yang sedemikian rupa sehingga kejadian sebaliknya tidak terbayangkan.
Evidensi dari perilaku manusia tentu berbeda dengan hal yang semata-mata bersifat fisik, sebab kepastian manusiawi adalah bersifat hipotesis. Missal : saya yakin secara moral bahwa apabila supir bus itu normal maka ia tidak akan menabrakkan mobilnya ke pohon.
Kesaksian adalah salah satu sumber dari keyakinan moral kepastiannya agak diremehkan. Namun banyak orang yang lebih yakin pada pernyataan-pernyataan yang bersumber dari kesaksian daripada tentang hukum gravitasi.
B. Kepastian
Kepastian dasar ini memuat kebenaran dasar atau disebut sebagai kebenaran-kebenaran primer. Prinsip pertama adalah suatu “kepastian dasar yang mengungkapkan eksistensi subjek”. Subjek yang mengetahui tidak mesti identik dengan kegiatannya, ada perbedaan subjek dan aktivitasnya. Adanya kesadaran akan mandirinya subjek dan manunggalnya dengan aktivitasnya adalah penting, sebab ada beberapa aliran yang mengatakan bahwa pakarti adalah bundle of actions, aliran ini memposisikan pakarti merupakan aksidensi dan bukan substansi.
Kepastian dasar ini tidak saja merupakan jawaban yang mendasar terhadap berbagai macam sikap dan ajaran seperti Skeptisisme dan Relatvisme, tetapi karena kepastian dasar merupakan dasarnya segala kepastian.
C. Keraguan
Ada dua bentuk aliran yang mempertanbyakan kepastian mengenai adanya kebenaran. Keduanya dapat dianggap sebagai aliran yang memasalahkan, meragukan, dan mempertanyakan kebenaran dan adanya kebenaran.
Pertama, aliran Skeptisisme-Doktriner berkeyakinan bahwa pengetahuan dan kebenaran itu tidak ada, yang kurang ekstrem mengatakan sesungguhnya tidak ada cara untuk mengetahui bahwa kita mempunyai pengetahuan. Missal : ajaran ini menganjurkan orang untuk tidak melibatkan diri dalam kegiatan intelektual untuk mempunyai pendapat tentang sesuatu, maka di dalamnya mengandung kontradiksi, sebab ajaran untuk tidak melibatkan diri secara intelektual adalah sudah merupakan kegiatan intelektual.
Kedua, aliran Skepetisisme-Metodik menyatakan bahwa pengetahuan dan kebenaran ada tetapi tidak sebagai doktrin, melainkan sebagai metoda untuk menemukan kebenaran dan kepastian. Aliran ini merupakan jalan untuk menemukan kepastian kebenaran.
PENGETAHUAN
A. Teori Pengetahuan
Epistemologi juga dinamakan ‘teori pengatahuan’ (theory of knowledge), ialah suatu ilmu yang mula-mula menanyakan, “Apakah pengetahuan?”. Hal itu meliputi banyak pertanyaan lainnya, seperti: “Apakah kebenaran?”, “Apakah kepastian?” dan lawannya, seperti: “Apakah ketidaktahuan?”, “Apakah kesalahan?”, “Apakah keraguan?”. Masing-masing pertanyaan masih meliputi yang lainnya, seperti: “Apakah kesadaran?”, “Apakah sadar?”, “Apakah intuisi?”, “Apakah penyimpulan?”, “Apakah sensasi, persepsi, konsepsi, memory, imajinasi, antisipasi, berpikir, budi, kehendak, frustasi, mempertanyakan, pemecahan masalah, perasaan, emosi, interest, kegunaan, bahasa, komunikasi, bermimpi, persetujuan, mengidealisasi, menyukai, tidak menyukai, menghendaki, mengharapkan, takut, kepuasan hati, dan apati?”.
Sebagai hasil penyelidikan lebih dalam kedalam pertanyaan-pertanyaan di depan (Bahm, 1995:1). Epistemology merupakan suatu bagian, bahkan bagian yang mempunyai kedudukan sentral dalam keseluruhan sistem filsafat yang ada, dan di lain pihak seharusnya sebagai suate sistem tersendiri.
B. Pengertian Pengetahuan
Jawaban klasik atau tradisional sebagaimana diutarakan dalam dialog Plato Theaetetus bahwa pengetahuan merupakan kepercayaan benar yang terjastifikasi atau eviden, knowledge is evident true belief. Menurut konsepsi pengetahuan tersebut ada tiga kondisi yang harus dicapai bila seseorang mengetahui proposisi menjadi benar. Pertama, proposisi itu benar; kedua, seseorang menerima itu; dan ketiga, proposisi itu sesuatu yang eviden untuk orang itu.
Pengetahuan adalah suatu istilah yang dipergunakan bila seseorang mengetahui tentang sesuatu. Sesuatu hal yang menjadi pengetahuannya adalah selalu terdiri dari unsure yang mengetahui dan yang diketahui serta kesadaran yang mengenai hal-hal yang ingin diketahuinya itu (Abbas H., 1983:8-9).
Beberapa epistemology mengatakan bahwa pengetahuan adalah suatu persatuan subjek dengan objek; dengan mengetahui, subjek menjadi manunggal dengan objek dan objek manunggal dengan subjek.
C. Terjadinya Pengetahuan
Banyaknya definisi tentang terjadinya pengetahuan pada manusia disebabkan banyaknya paham yang berusaha untuk ikut memecahkannya. Abbas dalam bukunya ‘Epistemologi’ (1983:26) mengemukakan bahwa ‘situasi’ adalah menjadi titik tolak perbuatan mengetahui. Bila pengetahuan adalah hasil perbuatan dasar untuk mengenal yang diarahkan kepada suatu isi maupun kenyataan yang bersifat pasif,maka perbuatan mengenal yang aktif tidak hanya disebabkan oleh kita sendiri melainkn lagu objek yang merangsang ialah kenyataan (fact).
KEBENARAN PENGETAHUAN
A. Arti Kebenaran Pengetahuan
Kebenaran merupakan tema pokok dalam epistemology. Kebenaran adalah tujuan dari orang dalam mencari pengetahuan. Dalam berhubungan dengan berpengetahuan, masyarakat masih berorientasi dalam lingkup pragmatic, sehingga tidak ada pendalaman yang mendasar tentangnya.
Pengetahuan adalah hasil dari kemanunggalan antara subjek dan objek. Maka pengetahuan di katakan benar apabila dalam kemanmuggalan yang sifatnya intrinsic, intensional, pasif-aktif itu terdapat kesesuaian antara apa yang ada di dalam pengetahuan subjek dan apa yang dalam kenyataannya ada terdapat dalam subjek.
Kebenaran epistemologis adalah selalu kebenaran dalam kaitannya dengan pengetahuan manusia, bahkan pengetahuan seorang manusia. Maka itu selalu bersifat subjektif, terbatas, evolutif, relasional, diskursif, sesuai dengan hakikat manusia yang adalah makhluk yang terbatas, relative, dan mengalami perubahan, berada dalam lingkup ruang dan waktu, dan menyejarah. Contoh : pengetahuan manusia berkembang coomon sense menjadi pengetahuan ilmiah.
B. Teori-Teori Kebenaran
Dalam mencari kebenaran, manusia menggunakan berbagai cara, dengan akal (rasio), intuisi (gerak hati) dan dzauq (perasaan). Selain itu juga terdapat teori-teori kebenaran, antara lain :
1. Teori Korespondensi
The Correspondence Theory of Truth (The Accordance Theory of Truth) menyatakan bahwa kebenaran / keadaan benar itu merupakan kesesuaian antara arti yang dimaksud oleh suatu pendapat dengan apa yang sungguh-sungguh merupakan halnya atau fakta-faktanya. Kebenaran ialah sesuatu yang bersesuaian dengan fakta, yang berselaras dengan realitas yang sesuai dengan situasi actual.
2. Teori Pragmatis
The Pragmatic Theory of the Truth beranggapan bahwa benar atau tidaknya suatu ungkapan, dalil atau teori semata-mata bergantung kepada berfaedah atau tidaknya ungkapan, dalil atau teori tersebut bagi manusia untuk bertindak dalam kehidupannya. Kebenaran ialah apa saja yang berlaku. Bagi kaum pragmatis, bahwa batu ujian kebenaran ialah kegunaan (utility), dapat dikerjakan (workability), dan akibat / pengaruhnya yang memuaskan (satisfactory consequences).
3. Teori Konsistensi
The Consistency Theory of the truth atau the Coherence theory of the truth, kebenaran tidak dibentuk atas hubungan antara putusan dengan sesuatu yang lain, yaitu fakta dan realitas akan tetapi atas hubungan antara putusan-putusan itu sendiri. Sesuatu proposisi itu cenderung untuk benar jika proposisi itu coherent (saling hubungan) dengan lain-lain proposisi yang benar atau jika yang dikandung oleh proporsisi itu coherent dengan pengalaman kita. Olleh karena itu menurut teori ini bahwa putusan diaqnggap benar jika berhubungan dengan putusan lain yang saling berhubungan dan saling menerangkan. Atau dengan kata lain “saling hubungan yang sistematik.”
C. Kriteria Kebenaran Epistemologi
Ilmu pengetahuan yang paling utama membicarakan berbagai macam criteria kebenaran, dalam hal ini terdiri atas dua jenis-jenis kebenaran sebagai berikut :
1. Kebenaran absolute, yaitu kebenaran mutlak. Cirri kebenaran mutlak adalah kebenaran yang benar dengan sendirinya, tidak berubah-ubah, dan tidak membutuhkan pengakuan dari siapa pun supaya menjadi benar. Kebenaran mutlak berlaku bagi Dzat Pencipta Kebenaran, yaitu Tuhan.
2. Kebenaran relative, merupakan kebenaran yang berubah-ubah. Semua hasil pengetahuan dinyatakan benar, apalagi kebenaran tersebut mempunyai alasan yang logis.
3. Kebenaran spekulatif, yaitu kebenaran yang menjadi cirri khas filsafat. Kebenaran ini bersifat “kebetulan” dengan landasan rasional dan logis.
4. Kebenaran korespondensi, kebenaran yang bertumpu pada realitas objektif. kriteria kebenaran korespondensi dicirikan oleh adanya relevansi pernyataan dan kenyataan, antara teori dan praktik.
5. Kebenaran pragmatis, kebenaran yang diukur oleh adanya manfaat suatu pengetahuan bagi kehidupan manusia, baik sebagai individu maupun kelompok. Pegangan pragmatis adalah logika pengamatan.
6. Kebenaran normative, yaitu kebenaran yang di dasarkan pada sistem social yang sudah baku. Misalnya, kebenaran karena tuntutan adat kebiasaan atau kesepakatan social yang telah lama berlaku dalam kehidupan cultural masyarakat bersangkutan.
7. Kebenaran religius, yaitu kebenaran yang di dasarkan kepada ajaran dan nilai-nilai dalam agama. Kebenaran diperoleh bukan hanya oleh penafsiran ajaran secara rasio, melainkan didasarkan pada keimanan kepada ajaran yang dimaksudkan.
8. Kebenaran filosofis, ialah kebenaran terhadap hasil perenungan dan pemikiran refleksi ahli filsafat yang disebut hakikat atau the nature, meskipun subjektif, tampak mendalam karena melalui penghayatan eksistensial bukan hanya pengalaman dan pemikiran intelektual semata.
9. Kebenaran estesis, adalah kebenaran yang didasarkan pada pandangan pada keindahan dan keburukan.
10. Kebenaran ilmiah, adalah kebenaran yang ditandai oleh terpenuhinya syarat-syarat ilmiah, menyangkut relevansi antara teori dan kenyataan hasil penelitian di lapangan.
11. Kebenaran teologis, adalah kebenaran yang didasarkan pada firman-firman Tuhan, sebagai pesan-pesan moral yang filosofis.
12. Kebenaran idealogis, adalah kebanaran karena tidak menyimpang dari cita-cita kehidupan suatu bangsa. Kebenaran yang seiring dengan ideology yang dianut.
13. Kebenaran konstitusional, yaitu kebenaran atas dasar undang-undang, sehingga tindakan yang tidak bertentangan dengan undang-undang dinyatakan sebagai konstitusional, sedangkan yang menentangundang-undang disebut sebagai inkonstitusional.
14. Kebenaran logis, yaitu kebenaran karena lurusnya berpikir. Kebenaran ini dicirikan oleh bentuk pemberian pengertian dan definisi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar