- Zen Buddhisme
Buddhisme sendiri memiliki dua cabang besar, yakni Mahayana dan Hinayana. Di dalam tradisi Mahayana, orang berupaya untuk mencapai pencerahan batin, supaya ia bisa mengajak orang lain untuk mencapai pencerahan batin pula, dan menciptakan dunia yang damai. Sementara, di dalam tradisi Hinayana, yang banyak tersebar di Asia Tenggara, tujuan utamanya adalah mencapai pencerahan batin pribadi. Kata “Zen” sendiri berasal dari bahasa Jepang, yakni Zenna. Kata ini berasal dari bahasa Sanksekerta Dhyana. Artinya adalah meditasi, yakni keadaan ketika orang terserap ke dalam kekosongan dari seluruh kenyataan itu sendiri. Tradisi meditasi sebenarnya berakar pada Hinduisme. Kemudian, Buddhisme mengambil tradisi untuk sebagai alat, supaya orang bisa memahami hakekat dari dirinya dan seluruh kenyataan, serta mencapai pencerahan batin seutuhnya. Zen Buddhisme sendiri berkembang di dalam tradisi Buddhisme Mahayana. Namun, yang menjadi penekanan utama dari Zen bukanlah ajaran-ajaran Buddhisme tradisional, melainkan meditasi itu sendiri. Semua konsep lainnya, seperti mendaraskan teks-teks klasik Buddhisme, menjadi pendukung untuk praktik meditasi itu sendiri. Inilah sebabnya, Zen Buddhisme menjadi aliran Buddhisme sendiri yang relatif mandiri dari aliran-aliran Buddhisme lainnya.
Salah satu konsep utama dari Zen Buddhisme adalah Zazen. Za berarti duduk, dan Zen berarti meditasi. Secara keseluruhan, kata itu berarti duduk bermeditasi, atau duduk sambil terserap ke dalam kekosongan dari kenyataan. Zen Buddhisme sendiri berkembang ke Cina pada tahun 600. Perintisnya adalah seorang biksu India yang bernama Bodhidharma. Setelah itu, Zen kemudian bercampur dengan tradisi Konfusianisme dan Taoisme yang sudah ada sebelumnya di Cina. Dari Taoisme, Zen menggunakan konsep Mu yang berarti ketiadaan sebagai dasar dari pemahaman dan meditasi itu sendiri. Inti ajarannya adalah, bahwa segala sesuatu, termasuk manusia, adalah kekosongan itu sendiri. Ia datang dan pergi, serta berubah setiap saat. Zen berkembang pesat di Cina pada masa pemerintahan Dinasti T’ang dan Sung, yakni pada tahun 800 sampai 1100. Banyak guru Zen yang hidup dan menyebarkan ajarannya pada masa ini. Cerita-cerita hidup mereka, termasuk Ma-tsu, Lin-chi dan Ikkyu yang menjadi tema utama tulisan ini, banyak ditemukan di dalam Koan-koan, yakni cerita pendek yang bertujuan mengajak orang memahami hakekat Zen yang sesungguhnya.
Zen Buddhisme kemudian juga menyebar ke Jepang dan mencapai titik emasnya pada abad 12 dan 13, ketika Jepang berada di bawah kekuasaan para Satria di Kamakura. Ada dua aliran Zen yang kemudian berkembang pesat di Jepang, yakni Rinzai Zen dan Soto Zen. Keduanya berakar pada Zen Buddhisme yang sebelumnya berkembang di Cina. Pada masa ini, Jepang mengalami perang saudara yang cukup panjang. Zen juga menjadi banyak diminati, karena mengajarkan orang ketenangan batin yang sempurna, bahkan ketika penderitaan menghadang di depan mata. Zen juga memperoleh dukungan dari penguasa-penguasa di Jepang yang saling berperang satu sama lain. Rinzai Zen berkembang di kalangan penguasa politik dan militer Jepang semacam ini. Sementara, Soto Zen mencoba untuk keluar dari politik, sehingga Zen bisa kembali pada akarnya sendiri. Ia pun lebih banyak berkembang di kota-kota kecil dan pegunungan. Para penganutnya kebanyakan petani dan pedagang kecil yang hidup lepas dari pertarungan kekuasaan politik dan militer di Jepang.
Di Jepang, Rinzai Zen dan Soto Zen memiliki pendekatan yang berbeda. Rinzai Zen menekankan penggunaan Koan sebagai alat untuk memecah cara berpikir orang, supaya ia bisa mengalami pencerahan batin. Sementara, Soto Zen berfokus pada meditasi sepenuhnya, dengan sedikit menggunakan Koan sebagai metode pendidikan. Ia juga masih menggunakan metode tradisional di dalam Buddhisme, seperti mengutip teks-teks suci di dalam Buddhisme. Fuchs berpendapat, bahwa Zen Buddhisme berpengaruh amat besar pada perkembangan budaya Jepang itu sendiri. Upacara teh dan penataan bunga adalah dua contoh budaya Jepang yang berakar amat dalam pada pandangan-pandangan Zen. Seni bela diri Jepang, seperti seni pedang dan judo, juga mencerminkan nilai-nilai dasar Zen. Secara keseluruhan, dapat dikatakan, bahwa cara berpikir dan cara hidup Jepang berakar amat dalam pada pandangan-pandangan Zen Buddhisme.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar