PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA MENURUT PANDANGAN FILSAFAT REALISME
Istilah pendidikan dalam konteks Islam pada umumnya mengacu
kepada tiga term yaitu:
a.
Al tarbiyah, penggunaan istilah ini berasala dari
kata Rabb walaupun kata ini memiliki banyak arti akan tetapi pengertian
dasarnya menunjukan kata tumbuh, berkembang, memelihara, merawat, mengatur, dan menjaga kelestarian atau
eksistensinya. Kata ini paling banyak digunakan dibandingkan dengan istilah
lainnya.
b.
Al-Ta’lim, kata ini telah digunakan sejak
periode awal pelaksanaan pendidikan Islam. Menurut para ahli, kata ini lebih
bersifat universal dibandingkan dengan istilah al-tarbiyah maupun al-ta’dib,
Rasyid Ridha, mengartika al Ta’lim sebagai proses transmisi berbagai ilmu
pengetahuan pada jiwa individu tanpa
adanya batasan dan ketentuan tertentu.
c.
Al-Ta’dib, menurut al-Attas, istilah yang paling tepat untuk menunjukan pendidikan
islam adalah al-Ta’dib, kata ini berarti pengenalalan dan pengakuan yang
secara berangsur-angsur ditanamkan kedalam diri manusia (peserta didik) tentang
tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan.
Terlepas dari keempat
istilah di atas, secara terminologi, para ahli pendidikan Islam telah
mencoba memformulasikan pengertian pendidikan Islam diantaranya adalah Ahmad
Tafsir mendefinisikan pendidikan islam sebagai bimbingan yang diberikan oleh
seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran islam.
Menurut Drs. Ahmad D. Marimba, pendidikan Islam adalah bimbingan
jasmani, rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju terbentuknya
kepribadian utama (kepribadian muslim) menurut ukuran-ukuran Islam. Sedangkan
menurut Rahman Nahlawi: “Pendidikan Islam adalah pengaturan pribadi dan
masyarakat sehingga dapat memeluk islam secara logis dan sesuai secara
keseluruhan baik dalam kehidupan individu maupun kolektif.
Sedangkan menurut Prof. Dr. Hasan Langgulung, Pendidikan
Islam ialah pendidikan yang memiliki 4 macam fungsi yaitu:
a.
Menyiapkan generasi muda untuk
memegang peranan-peranan tertentu dalam masyarakat pada masa yang akan dating.
Peranan ini berkaitan erat dengan kelanjutan hidup (survival) masyarakat
sendiri.
b.
Memindahkan ilmu pengetahuan yang
bersangkutan dengan peranan-peranan tersebut dari generasi tua kepada generasi
muda.
c.
Memindahkan nilai-nilai yang
bertujuan untuk emelihara keutuhan dan kesatuan masyarakat yang menjadi syarat
mutlak bagi bagi kelanjutan hidup suatu masyarakat dan peradaban. Dengan kata
lain, tanpa nilai-nilai keutuhan (integrity) dan kesatuan (integration) suatu
masyarakat tidak akan terpelihara, yang akhirnya akan berkesudahan dengan
kehancuran masyarakat itu sendiri.
Adapun
nilai-nilai yang dipindahkan ialah nilai-nilai yang diambil dari 5 sumber
yaitu: al-Qur’an, Sunah Nabi. Qiyas, kemaslahatan umum dan kesepakatan atau
ijma’ ulama-ulama serta nilai-nilai pikir Islam yang dianggap sesuai dengan
sumber dasar yaitu al-Qur’an dan Sunah Nabi.
Dari batasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan
Islam adalah suatu sistem yang memungkinkan seseorang (peserta didik) dapat
mengarahkan kehidupannya sesuai dengan ideologi Islam. Melalui pendekatan ini,
ia akan dapat dengan mudah membentuk kehidupan dirinya sesuai dengan
nilai-nilai ajaran Islam yang diyakininya.
Epistemologi
Ilmu pendidikan Islam mempunyai ruang lingkup sangat luas,
karena didalamnya penuh dengan segi-segi atau pihak-pihak yang ikut terlibat
baik langsung ataupun tidak langsung.
Objek ilmu pendidikan Islam ialah situasi pendidikan yang
terdapat pada dunia pengalaman. Di antara objek atau segi ilmu pendidikan Islam
dalam situasi pendidikan Islam ialah:
1.
Perbuatan mendidik itu sendiri.
Yang
dimaksud dengan perbuatan mendidik di sini ialah seluruh kegiatan, tindakan
atau perbuatan dan sikap yang dilakukan oleh pendidik sewaktu menghadapi atau
mengasuh anak didik. Atau dengan istilah yang lain yaitu, sikap atau tindakan
menuntun, membimbing, memberikan pertolongan dari seseorang pndidik kepada anak
didik untuk menuju ke tujuan pendidikan Islam. Dalam perbuatan mendidik ini
sering disebut dengan istilah tahdzib atau ta’lim.
2.
Anak didik yaitu pihak yang
merupakan objek terpenting dalam pendidikan. Hal ini disebabkan perbuatan atau
tindakan mendidik itu diadaka atau dilakukan hanyalah untuk membawa anak didik
kea rah tujuan pendidikan islam yang kita cita-citakan. Dalam pendidikan Islam
anak didik ini sering isebut dengan istilah yang bermacam-macam, antara lain:
santri, thalib, muta’alim, muhazab, tilmiz.
3.
Dasar dan tujuan pendidikan Islam
yaitu landasan yang menjadi fondamen serta sumber dari segala kegiatan
pendidikan islam itu dilakukan. Maksudnya, pelaksanaan pendidikan Islam harus
berlandaskan atau bersumber dari dasar tersebut. Dalam hal ini dasar atau
sumber pendidikan Islam ialah Al-Qur’an dan Al-Hadits. Sedangkan tujuan
pendidikan Islam yaitu arah kemana anak didik ini akan dibawa. Secara ringka,
tujuan pendidikan Islam yaitu ingin membentuk anak didik menjadi manusia
(dewasa) muslim yang takwa kepada Allah SWT atau secara ringkas, kepribadian
muslim.
4.
Pendidik yaitu subjek yang
melaksanakan pendidikan Islam, dan pendidk ini mempunyai peranan penting
terhadap berlangsungnya pendidikan. Baik atau buruknya pendidik berpengaruh
besar terhadap hasil pendidikan Islam, pendidik sering disebut mu’allim,
muhazib, ustaz, kiai, dan sebagainya. Di sampinng itu ada pula yang
menyebutnya dengan istilah mursyid, artinya yang member petunjuk, karena
mereka memang memberikan petunjuk-petunjuk kepad anak didiknya.
5.
Materi pendidikan Islam yaitu
bahan-bahan atau pengalaman-pengalaman belajar ilmu agama Islam yang disusun
sedemikian rupa (dengan susunan yang lazim tetapi logis) untuk disajikan atau
disampaikan kepada anak didik. Dalam pendidikan Islam materi pendidikan ini
sering disebut dengan istilah maddatuttarbiyah.
6.
Metode pendidikan Islam ialah cara
yang paling tepat dilakukan oleh pendidik untuk menyampaikan bahan atau materi
pendidikan Islam kepada anak didik. Metode di sini mengemukakan bagaiman
mengolah, menyusun dan menyajikan materi pendidikan Islam agar materi
pendidikan islam tersebut dapat dnegan mudah diterima dan dimiliki oleh anak
didik. Dalam pendidikan Ilsma metode pendidkan ini disebut dengan istilah tariqatuttarbiya
atau tariqatuttahzib.
7.
Evaluasi pendidikan yaitu memuat
cara-cara bagaiman mengadakan evaluasi/ penilaian terhadap hasil belajar anak
didik. Tujuan pendidikan Islam umumnya tidak dapat dicapai sekaligus, melainkan
melalui proses atau tahapan tertentu. Oleh karena itu untuk mencapai tujuan
pendidikan Islam seringkali dilakukan evaluasi/penilaian pada tahap atau fase
dari pendidikan Islam tersebut. Apabila tujuan pada tahap atau fase ini telah
tercapai kemudian dapat dilanjutkan dengan pelaksanaan pendidikan tahap
berikutnya, dan berakhir pada kepribadian musli.
8.
Alat-alat pendidikan Islam yaitu
alat-alat yang dapat digunakan selama melaksanakan pendidikan Islam, agar
tujuan pendidikan Islam tersebut lebih berhasil.
9.
Lingkuangan sekitar atau milieu pendidikan Islam yang dimaksud, ialah
keadaan-keadaan yang ikut berpengaruh dalam pelaksanaan serta hasil pendidikan
Islam.[2][7]
Dari uraian tersebut dapat disimpulakan, bahwa ruang
llingkup ilmu pendidikan islam sebab menyangkut berbagai aspek yang menyangkut
penyelenggaraan pendidikan Islam.
Pada
hakikatnya, pendidikan mencakup kegiatan
mendidik, mengajar dan melatih. Kegiatan tersebut dilaksanakan untuk
menstransformasi nilai-nilai yang dimaksud meliputi nilai-nilai religi, budaya
sains dan teknologi, seni dan keterampilan. Namun, tanpa filsafat pendidikan tidak dapat berbuat apa-apa dan
tidak tau apa yang harus dikerjakan (Wangsa Gandhi HW, Teguh. 2011: 67-72)
Menurut Brubacher (1959), terdapat
tiga prinsip filsafat yang berkaitan dengan pendidikan, yaitu: (1) persoalan
etika atau teori nilai;
(2) persoalan epistemologi atau
teori pengetahuan; dan
(3) persoalan metafisika atau teoni
hakikat realitas
Untuk menentukan tujuan pendidikan,
memotivasi belajar, mengukur hasil, pendidikan akan berhubungan dengan tata
nilai. Persoalan kuriikulum akan berkaitan dengan epistemologi. Pembahasan
tentang hakikat realitas, pandangan tentang hakikat dunia dan hakikat manusia
khususnya, diperlukan untuk menentukan tujuan akhir pendidikan.
Realisme Rasional, memandang bahwa dunia
materi adalah nyata dan berada di luar pikiran yang mengamatinya. Realisme
rasional merupakan pandangan dari Knelle. Realisme Klasik, berpandangan bahwa
manusia sebenarnya memiliki ciri rasional. Dengan demikian manusia dapat
menjangkau kebenaran umum. Eksistensi Tuhan merupakan penyebab pertama dan
utama realistas alam semesta. Memperhatikan intelektual adalah penting bukan
saja sebagai tujuan melainkan sebagai alat untuk memecahkan masalah. Menurut
realisme klasik pengalaman manusia penting bagi pendidikan
Implikasi Filsafat Realisme dalam Pendidikan
Aliran filsafat realisme berpendirian bahwa pengetahuan manusia itu adalah
gambaran yang baik dan tepat dari kebenaran. Konsep filsafat menurut aliran
realisme adalah:
1. Metafisika-realisme; Kenyataan yang
sebenarnya hanyalah kenyataan fisik (materialisme); kenyataan
material dan imaterial (dualisme), dan kenyataan yang terbentuk dari
berbagai kenyataan (pluralisme);
2. Humanologi-realisme; Hakekat manusia
terletak pada apa yang dapat dikerjakan. Jiwa merupakan sebuah organisme
kompleks yang mempunyai kemampuan berpikir
3. Epistemologi-realisme; Kenyataan hadir
dengan sendirinya tidak tergantung pada pengetahuan dan gagasan manusia, dan
kenyataan dapat diketahui oleh pikiran. Pengetahuan dapat diperoleh melalui
penginderaan. Kebenaran pengetahuan dapat dibuktikan dengan memeriksa
kesesuaiannya dengan fakta; dan
4. Aksiologi-realisme; Tingkah laku manusia
diatur oleh hukum-hukum alam yang diperoleh melalui ilmu, dan pada taraf yang
lebih rendah diatur oleh kebiasaan-kebiasaan atau adat-istiadat yang telah
teruji dalam kehidupan.
Dalam hubungannya dengan pendidikan,
pendidikan harus universal, seragam, dimulai sejak pendidikan yang paling
rendah, dan merupakan suatu kewajiban. Pada tingkat pendidikan yang paling
rendah, anak akan menerima jenis pendidikan yang sama. Pembawaan dan sifat
manusia sama pada semua orang.
Oleh karena itulah, metode, isi, dan proses pendidikan harus seragam.
Namun, manusia tetap berbeda dalam derajatnya, di mana ia dapat mencapainya.
Oleh karena itu, pada tingkatan pendidikan yang paling tinggi tidak boleh hanya
ada satu jenis pendidikan, melainkan harus beraneka ragam jenis pendidikan.
Inisiatif dalam pendidikan terletak pada pendidik bukan pada peserta didik.
Materi atau bahan pelajaran yang baik adalah bahan pelajaran yang memberi
kepuasan pada minat dan kebutuhan pada peserta didik. Namun, yang paling
penting bagi pendidik adalah bagaimana memilih bahan pelajaran yang benar,
bukan memberikan kepuasan terhadap minat dan kebutuhan pada peserta didik.
Memberi kepuasan terhadap minat dan kebutuhan siswa hanyalah merupakan alat
dalam mencapai tujuan pendidikan, atau merupakan strategi mengajar yang
bermanfaat.
Pendidikan dalam realisme memiliki keterkaitan
erat dengan pandangan John locke bahwa
akan pikiran jiwa manusia tidak lain adalah tabula rasa, ruang kosong tak
ubahnya kertas putih kemudian menerima impresi dari lingkungan. Oleh karena itu
pendidikan dipandang dibutuhkan karena untuk membentuk setiap individu agar mereka menjadi sesuai dengan apa yang dipandang baik. Dengan
demikian, pendidikan dalam realisme kerap indentikkan sebagai upaya pelaksanaan
psikologi behavioristik kedalam ruang pengajaran. (Wangsa Gandhi HW, Teguh. 2011: 143).
Behaviorisme
dari kata behave yang berarti berperilaku dan isme berarti aliran.
Behavorisme merupakan pendekatan dalam psikologi yang didasarkan atas proposisi
(gagasan awal) bahwa perilaku dapat dipelajari dan dijelaskan secara ilmiah.
Dalam melakukan penelitian, behavioris tidak mempelajari keadaan mental.
Jadi,
karakteristik esensial dari pendekatan behaviorisme terhadap belajar adalah
pemahaman terhadap kejadian-kejadian di lingkungan untuk memprediksi perilak
seseorang, bukan pikiran, perasaan, ataupun kejadian internal lain dalam
diri orangtersebut. Fokus behaviorisme
adalah respons terhadap berbagai tipe stimulus. Para tokoh yang memberikan
pengaruh kuat pada aliran ini adalah Ivan Pavlov dengan teorinya yang disebut classical
conditioning, John B. Watson yang dijuluki behavioris S-R
(Stimulus-Respons), Edward Thorndike (dengan teorinya Law of Efect), dan
B.F. Skinner dengan teorinya yang disebut operant conditioning.
Dalam kaitannya
dengan hakikat nilai, realisme menyatakan bahwa standar tingkah laku manusia
diatur oleh hukum alam, dan pada taraf yang lebih rendah diatur oleh
kebijaksanaan yang telah teruji dalam kehidupan Pendidikan dalam pandangan
realisme adalah proses perkembangan intelegensi, daya kraetif dan sosial
individu yang mendorong pada terciptanya kesejahteraan umum. Pendidikan yang
berdasarkan realisme konsisten dengan teori belajar S-R. Dengan demikian
pendidikan juga dapat diartikan sebagai upaya pembentukan tingkah laku oleh
lingkungan
Menurut alairan
realisme murid adalah yang mengalami
inferiorisasi berlebih sebab dia
dipandang sama sekali tidak mengetahui apapun
kecuali apa-apa yang telah pendidikan berikan. Disini dalam
pengajaran setiap siswa akan subjek
tidik tak berbeda dengan robot, ia mesti tunduk dan patuh setunduk-tunduknya
untuk diprogram dan mengerti
materi-materi yang telah di
tetapkan sedemikian rupa.
Pada ujung
pendidikan, realisme memiliki proyeksi
ketika manusia akan dibentuk
untuk hidup dalam nilai-nilai yang telah menjadi common sense sehingga mereka
mampu beradaptasi dengan lingkungan-lingkungan
yang ada. Sisi buruk model pendidikan dalam hal ini cenderung banyak dikendalaikan.
Corak lain
pendidikan realisme adalah tekanan-tekanan hidup yang terarah dalam
pengaturan-pengaturan serta keteraturan yang bersifat mekanistik. Meskipun
tidak semua pengaturan yang bersifat
mekanistik buruk, apa yang diterapkan oleh realisme dalam ruang pendidikan melahirkan berbagai hal kemudian menuai
banyak kecaman sebab dinilai telah menjadi penyebab dehumanisasi (Wangsa Gandhi
HW, Teguh. 2011: 143-144).
Menurut Power (1982), implikasi filsafat pendidikan realisme adalah sebagai
berikut:
(1) Tujuan: penyesuaian hidup dan tanggung jawab sosial;
(2) Kurikulum: komprehensif mencakup semua pengetahuan yang berguna berisi
pentahuan umum dan pengetahuan praktis;
(3) Metode: Belajar tergantung pada pengalaman baik langsung atau tidak
langsung. Metodenya harus logis dan psikologis. Metode pontiditioning
(Stimulua-Respon) adalah metode pokok yang digunakan;
(4) Peran peserta didik adalah menguasai pengetahuan yang handal dapat
dipercaya. Dalam hal disiplin, peraturan yang baik adalah esensial
dalam belajar. Disiplin mental dan moral dibutuhkan untuk memperoleh hasil yang
baik;
(5) Peranan pendidik adalah menguasai pengetahuan, terampil dalam teknik mengajar
dan dengan keras menuntut prestasi peserta didik.
Kesimpulan
Pada
hakikatnya, pendidikan mencakup kegiatan
mendidik, mengajar dan melatih. Kegiatan tersebut dilaksanakan untuk
menstransformasi nilai-nilai yang dimaksud meliputi nilai-nilai religi, budaya
sains dan teknologi, seni dan keterampilan. Namun, tanpa filsafat pendidikan tidak dapat berbuat apa-apa dan
tidak tau apa yang harus dikerjakan.
Pendidikan dalam realisme memiliki keterkaitan
erat dengan pandangan John locke bahwa
akan pikiran jiwa manusia tidak lain adalah tabula rasa, ruang kosong tak
ubahnya kertas putih kemudian menerima impresi dari lingkungan. Oleh karena itu
pendidikan dipandang dibutuhkan karena untuk membentuk setiap individu agar mereka menjadi sesuai dengan apa yang dipandang baik. Dengan
demikian, pendidikan dalam realisme kerap indentikkan sebagai upaya pelaksanaan
psikologi behavioristik kedalam ruang pengajaran.
Tujuan pendidikan : penyesuaian hidup dan tanggung jawab
social. Kurikulum:
komprehensif mencakup semua pengetahuan yang berguna berisi pentahuan umum dan
pengetahuan praktis;. Metode: Stimulua-Respon adalah metode pokok yang
digunakan;. Peran peserta didik adalah menguasai pengetahuan yang
handal dapat dipercaya. Dalam hal disiplin, peraturan yang baik
adalah esensial dalam belajar. Disiplin mental dan moral dibutuhkan untuk
memperoleh hasil yang baik; dan Peranan pendidik adalah
menguasai pengetahuan, terampil dalam teknik mengajar dan dengan keras menuntut
prestasi peserta didik.
Realisme
Rasional, memandang bahwa dunia materi adalah nyata dan berada di luar pikiran
yang mengamatinya. Realisme rasional merupakan pandangan dari Knelle. Realisme
Klasik, berpandangan bahwa manusia sebenarnya memiliki ciri rasional. Dengan
demikian manusia dapat menjangkau kebenaran umum. Eksistensi Tuhan merupakan
penyebab pertama dan utama realistas alam semesta. Memperhatikan intelektual
adalah penting bukan saja sebagai tujuan melainkan sebagai alat untuk memecahkan
masalah. Menurut realisme klasik pengalaman manusia penting bagi pendidikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar