Latar belakang Filsafat Realisme
Realisme merupakan filsafat yang memandang realitas secara
dualitis. Realisme berpendapat bahwa hakekat realitas ialah terdiri atas dunia
fisik dan dunia ruhani. Realisme membagi realitas menjadi dua bagian, yaitu
subjek yang menyadari dan mengetahui di satu pihak dan di
pihak lainnya adalah adanya realita di luar manusia, yang dapat dijadikan objek
pengetahuan manusia.
Beberapa tokoh yang beraliran realisme: Aristoteles, Johan
Amos Comenius, Wiliam Mc Gucken, Francis Bacon, John Locke, Galileo, David
Hume, John Stuart Mill
Aliran realisme muncul dalam khasanah
kesusastraan Inggris pada periode abad ke 19. Aliran ini semata-mata didasarkan
pada pengamatan berdasarkan apa adanya atau berdasarkan kenyataan yang ada.
Pada kurun waktu 1830 sampai 1880 dapatlah dikatakan sebagai Periode
Realisme. Aliran Realisme adalah aliran
filsafat yangü memandang
realitas sebagai dualitas. Aliran realisme memandang dunia ini mempunyai
hakikat realitas yang terdiri dari dunia fisik dan dunia rohani. Ajaran
realisme memperlihatkan bahwa realisme adalah sesuatu yamg riil atau sesuatu
yang benar yang merupakan gambaran nyata di dunia realitas. Realisme membagi
realistas menjadi dua bagian yaitu subjek yang menyadari dan mengetahui di satu
pihak dan yang kedua adanya realita di luar manusia yang dapat dijadikan objek
pengetahuan manusia.
1. Definisi Realisme
Dengan memasuki abad ke-20,realisme
muncul,khususnya di Inggris dan Amerika Utara.
Real berarti yang aktual atau yang ada,kata tersebut menunjuk kepada benda‑benda atau kejadian-kejadian yang sungguhsungguh,artinya
yang bukan sekadar khayalan atau apa yang ada dalam pikiran. Real menunjukkan
apa yang ada. Reality adalah keadaan atau sifat benda yang real atau yang
ada,yakni bertentangan dengan yang tampak. Dalam arti umum, realisme berarti
kepatuhan kepada fakta, kepada apa yang terjadi, jadi bukan kepada yang
diharapkan atau yang diinginkan. Akan tetapi dalam filsafat, kata realisme
dipakai dalam arti yang lebih teknis
2.Jenis-jenis
Realisme
Realisme adalah suatu istilah yang meliputi bermacam-macam aliran
filsafat yang mempunyai dasar-dasar yang sama. Sedikitnya ada tiga aliran dalam
realisme modern. Pertama, kecenderungan kepada materialisme dalam bentuknya
yang modern. Sebagai contoh, materialisme mekanik adalah realisme tetapi juga
materialisme. Kedua, kecenderungan terhadap idealisme. Dasar eksistensi mungkin
dianggap sebagai akal atau jiwa yang merupakan
keseluruhan organik. James B. Pratt dalam bukunya yang berjudul Personal Realism mengemukakan
bahwa bentuk realisme semacam itu, yakni suatu bentuk yang sulit dibedakan dari
beberapa jenis realisme obyektif. Ketiga, terdapat kelompok realis yang
menganggap bahwa realitas itu pluralistik dan terdiri atas bermacam-macam
jenis; jiwa dan materi hanya merupakan dua dari beberapa jenis lainnya. Apa
yang kadang-kadang dinamakan realisme Platonik atau konseptual atau klasik
adalah lebih dekat kepada idealisme modern dari pada realisme modern.
Aristoteles
adalah lebih realis, dalam arti modern, dari pada gurunya, Plato. Aristoteles
merupakan seorang filosuf pertama. Ia menciptakan cabang pengetahuan itu dengan
menganalisis problem-problem tertentu yang timbul dalam hubungannya dengan
penjelasan ilmiah. Aristoteles lahir pada tahun 384 SM di Stagira, sebuah kota
Thrace. Ayahnya meninggal tatkala ia masih muda. Ia diambil oleh Proxenus, dan
orang ini memberikan pendidikan yang istimewa kepadanya. Tatkala Aristoteles
berumur 18 tahun, ia dikirim ke Athena dan dimasukkan ke Akademia Plato. Ia
mempunyai bakat mengatur cara berpikir serta merumuskan kaidah dan
jenis-jenisnya yang kemudian menjadi dasar berpikir dalam banyak bidang ilmu
pengetahuan. Ia tak pernah terjeblos dalam rawa-rawa mistik ataupun ekstrem. Ia
senantiasa bersiteguh mengutarakan pendapat-pendapat praktis.
Perkembangan
penting dalam filsafat dibantu oleh klasifikasi yang diusulkan oleh
Aristoteles. Ia tertarik pada fakta yang spesifik dan juga yang
umum(universal). Ia biasanya memulai dari gejala particular menuju konklusi
universal. Jadi, induksi menuju generalisasi. Agak berbeda dengan Plato, ia
sangat tertarik pada pengetahuan kealaman dalam filsafatnya, dan karena itu ia
mementingkan observasi. Di dalam dunia filsafat Aristoteles terkenal sebagai
bapak logika. Logikanya disebut logika tradisional karena nantinya berkembang
dengan apa yang disebut logika modern. Logika Aristoteles itu juga sering
disebut logika formal.
Aristoteles juga mempelopori penyelidikan
ihwal logika, memperkaya hampir setiap cabang falsafah, dan memberi sumbangsih
tak terkira besarnya terhadap ilmu pengetahuan. Yang paling penting dari apa
yang pernah dilakukan Aristoteles adalah pendekatan rasional yang senantiasa
melandasi karyanya. Tercermin dalam tulisan-tulisan Aristoteles bahwa setiap
segi kehidupan manusia atau masyarakat selalu terbuka untuk objek dan
pemikiran. Filsafat Aristoteles berkembang ketika ia memimpin Lyceum. Ia
berhasil membuat sejumlah karya, termasuk enam karya tulisnya yang membahas
masalah logika, yang dianggap sebagai karya-karyanya yang
paling penting.
Pada Aristoteles kita menyaksikan bahwa pemikiran filsafat lebih maju,
dasar-dasar sains diletakkan. Tuhan dicapai dengan akal, tetapi ia percaya pada
tuhan. Bila orang-orang sufis banyak menganggap manusia tidak mampu memperoleh
kebenaran, namun menurut Aristoteles, manusia dapat mencapai kebenaran. Bagi
Aristoteles yang nyata bukan yang bersifat umum (universal ),namun yang
bersifat khusus(particular). Hidup bagaimanpun juga berada dan bercampur dengan
yang khusus itu (alam nyata,bunga mawar nyata,dst). Dan kita tak pernah
menemukan yang umum (alam ide, mawar ide,dst). Jadi, yang ada adalah yang konkret;
meja, bunga mawar, kupu-kupu, dan lainnya yang biasa dapat kita amati dengan
indera. Diluar benda-banda konkret, atau selain benda-benda konkret itu tak isa
disebut sebagai ada. Pengertian-pengertian umum hanya mengungkapkan apa yang
dimiliki bersama oleh sekelompok benda. Pengertian umum itu hanya sebutan saja,
bukan bendanya sendiri. Yang khusus itu (particular)dikaitkan dengan istilah
substansi, yaitu benda yang dapat ada tanpa tergantung pada yang lain. “benda”
semcam ini bukan hanya sekedar forma atau sebongkah bahan . Benda semacam ini
justru gabungan antara bahan dan forma.
Tokoh Modern Yang Menganut Aliran
Realisme
1. Francic Bacon (1561-1626) Bacon meyakini “pengetahuan adalah kekuatan”
dan itu melalui pengakuan pengetahuan yang kita bisa sesuaikan secara lebih
efektif dengan masalah-masalah dan kekuatan yang menyerang disetiap sisi untuk
mernyempurnakan hal-hal ini, dia menemukan apa yang dia sebut metode induktif.
2. JHON LOCKE (1632-1704) Pemikiran Locke mengantarkan kepada jenis
pendidikan “kesopanan” yang dicatat kuat dalam pendidikan orang-orang Inggris.
Seseorang mungkin berpendapat bahwa penolakan filosofi Locke bertengger diatas
demokrasi, gagasangagasan edukatifnya mengatarkan mereka sendiri untuk menjadi
seorang kaum atas (bangsawan)
Tokoh Yang
Menganut Realisme Kontemporer
1.
Alfred North Whitehead (1861-1947)
Bagaiamanapun dia tidak mau menyerah dalam mendorong bahwa pendidikan
diperhatikan dengan “gagasan” yang hidup, gagasan menghubungkan dengan
pengalaman dari yang belajar (pelajar), ide yang berguna dan tepat pada
wujud yang tersambung. Dia mengingatkan untuk menentang ide-ide yang lamban, sederhananya
karena itu berasal dari masa lalu. Ini menunjukkan orientasi organisnya bahwa
pendidikan harus menampakkan kita untuk memasuki aliran pada existensi, yaitu
proses bentuk-bentuk pada realitas.
FILSAFAT PENDIDIKAN MENURUT ALIRAN REALISME
Realisme Rasional, memandang bahwa dunia materi adalah nyata dan berada
di luar pikiran yang mengamatinya. Realisme rasional merupakan pandangan dari
Knelle. 2. Realisme Klasik, berpandangan bahwa manusia sebenarnya memiliki ciri
rasional. Dengan demikian manusia dapat menjangkau kebenaran umum. Eksistensi
Tuhan merupakan penyebab pertama dan utama realistas alam semesta.
Memperhatikan intelektual adalah penting bukan saja sebagai tujuan melainkan
sebagai alat untuk memecahkan masalah. Menurut realisme klasik pengalaman
manusia penting bagi pendidikan.
Pada
hakikatnya, pendidikan mencakup kegiatan
mendidik, mengajar dan melatih. Kegiatan tersebut dilaksanakan untuk
menstransformasi nilai-nilai yang dimaksud meliputi nilai-nilai religi, budaya
sains dan teknologi, seni dan keterampilan. Namun, tanpa filsafat pendidikan tidak dapat berbuat apa-apa dan
tidak tau apa yang harus dikerjakan (Wangsa Gandhi HW, Teguh. 2011: 67-72)
Menurut Brubacher (1959), terdapat
tiga prinsip filsafat yang berkaitan dengan pendidikan, yaitu: (1) persoalan
etika atau teori nilai;
(2) persoalan epistemologi atau
teori pengetahuan; dan
(3) persoalan metafisika atau teoni
hakikat realitas
Untuk menentukan tujuan pendidikan,
memotivasi belajar, mengukur hasil, pendidikan akan berhubungan dengan tata
nilai. Persoalan kuriikulum akan berkaitan dengan epistemologi. Pembahasan
tentang hakikat realitas, pandangan tentang hakikat dunia dan hakikat manusia
khususnya, diperlukan untuk menentukan tujuan akhir pendidikan.
Implikasi Filsafat Realisme dalam Pendidikan
Aliran filsafat realisme berpendirian bahwa pengetahuan manusia itu adalah
gambaran yang baik dan tepat dari kebenaran. Konsep filsafat menurut aliran
realisme adalah:
1. Metafisika-realisme; Kenyataan yang
sebenarnya hanyalah kenyataan fisik (materialisme); kenyataan
material dan imaterial (dualisme), dan kenyataan yang terbentuk dari
berbagai kenyataan (pluralisme);
2. Humanologi-realisme; Hakekat manusia
terletak pada apa yang dapat dikerjakan. Jiwa merupakan sebuah organisme
kompleks yang mempunyai kemampuan berpikir
3. Epistemologi-realisme; Kenyataan hadir
dengan sendirinya tidak tergantung pada pengetahuan dan gagasan manusia, dan
kenyataan dapat diketahui oleh pikiran. Pengetahuan dapat diperoleh melalui
penginderaan. Kebenaran pengetahuan dapat dibuktikan dengan memeriksa
kesesuaiannya dengan fakta; dan
4. Aksiologi-realisme; Tingkah laku manusia
diatur oleh hukum-hukum alam yang diperoleh melalui ilmu, dan pada taraf yang
lebih rendah diatur oleh kebiasaan-kebiasaan atau adat-istiadat yang telah
teruji dalam kehidupan.
Dalam hubungannya dengan pendidikan,
pendidikan harus universal, seragam, dimulai sejak pendidikan yang paling
rendah, dan merupakan suatu kewajiban. Pada tingkat pendidikan yang paling
rendah, anak akan menerima jenis pendidikan yang sama. Pembawaan dan sifat
manusia sama pada semua orang.
Oleh karena itulah, metode, isi, dan proses pendidikan harus seragam.
Namun, manusia tetap berbeda dalam derajatnya, di mana ia dapat mencapainya.
Oleh karena itu, pada tingkatan pendidikan yang paling tinggi tidak boleh hanya
ada satu jenis pendidikan, melainkan harus beraneka ragam jenis pendidikan.
Inisiatif dalam pendidikan terletak pada pendidik bukan pada peserta didik. Materi
atau bahan pelajaran yang baik adalah bahan pelajaran yang memberi kepuasan
pada minat dan kebutuhan pada peserta didik. Namun, yang paling penting bagi
pendidik adalah bagaimana memilih bahan pelajaran yang benar, bukan memberikan
kepuasan terhadap minat dan kebutuhan pada peserta didik. Memberi kepuasan
terhadap minat dan kebutuhan siswa hanyalah merupakan alat dalam mencapai
tujuan pendidikan, atau merupakan strategi mengajar yang bermanfaat.
Pendidikan dalam realisme memiliki keterkaitan
erat dengan pandangan John locke bahwa
akan pikiran jiwa manusia tidak lain adalah tabula rasa, ruang kosong tak
ubahnya kertas putih kemudian menerima impresi dari lingkungan. Oleh karena itu
pendidikan dipandang dibutuhkan karena untuk membentuk setiap individu agar mereka menjadi sesuai dengan apa yang dipandang baik. Dengan
demikian, pendidikan dalam realisme kerap indentikkan sebagai upaya pelaksanaan
psikologi behavioristik kedalam ruang pengajaran. (Wangsa Gandhi HW, Teguh. 2011: 143).
Behaviorisme
dari kata behave yang berarti berperilaku dan isme berarti aliran.
Behavorisme merupakan pendekatan dalam psikologi yang didasarkan atas proposisi
(gagasan awal) bahwa perilaku dapat dipelajari dan dijelaskan secara ilmiah.
Dalam melakukan penelitian, behavioris tidak mempelajari keadaan mental.
Jadi,
karakteristik esensial dari pendekatan behaviorisme terhadap belajar adalah
pemahaman terhadap kejadian-kejadian di lingkungan untuk memprediksi perilak
seseorang, bukan pikiran, perasaan, ataupun kejadian internal lain dalam
diri orangtersebut. Fokus behaviorisme
adalah respons terhadap berbagai tipe stimulus. Para tokoh yang memberikan
pengaruh kuat pada aliran ini adalah Ivan Pavlov dengan teorinya yang disebut classical
conditioning, John B. Watson yang dijuluki behavioris S-R
(Stimulus-Respons), Edward Thorndike (dengan teorinya Law of Efect), dan
B.F. Skinner dengan teorinya yang disebut operant conditioning.
Dalam kaitannya
dengan hakikat nilai, realisme menyatakan bahwa standar tingkah laku manusia
diatur oleh hukum alam, dan pada taraf yang lebih rendah diatur oleh
kebijaksanaan yang telah teruji dalam kehidupan Pendidikan dalam pandangan
realisme adalah proses perkembangan intelegensi, daya kraetif dan sosial
individu yang mendorong pada terciptanya kesejahteraan umum. Pendidikan yang
berdasarkan realisme konsisten dengan teori belajar S-R. Dengan demikian
pendidikan juga dapat diartikan sebagai upaya pembentukan tingkah laku oleh
lingkungan
Menurut alairan
realisme murid adalah yang mengalami
inferiorisasi berlebih sebab dia
dipandang sama sekali tidak mengetahui apapun
kecuali apa-apa yang telah pendidikan berikan. Disini dalam
pengajaran setiap siswa akan subjek
tidik tak berbeda dengan robot, ia mesti tunduk dan patuh setunduk-tunduknya
untuk diprogram dan mengerti
materi-materi yang telah di
tetapkan sedemikian rupa.
Pada ujung
pendidikan, realisme memiliki proyeksi
ketika manusia akan dibentuk
untuk hidup dalam nilai-nilai yang telah menjadi common sense sehingga mereka
mampu beradaptasi dengan
lingkungan-lingkungan yang ada. Sisi buruk model pendidikan dalam hal ini cenderung banyak dikendalaikan.
Corak lain
pendidikan realisme adalah tekanan-tekanan hidup yang terarah dalam
pengaturan-pengaturan serta keteraturan yang bersifat mekanistik. Meskipun
tidak semua pengaturan yang bersifat
mekanistik buruk, apa yang diterapkan oleh realisme dalam ruang pendidikan melahirkan berbagai hal kemudian menuai
banyak kecaman sebab dinilai telah menjadi penyebab dehumanisasi (Wangsa Gandhi
HW, Teguh. 2011: 143-144).
Menurut Power (1982), implikasi filsafat pendidikan realisme adalah sebagai
berikut:
(1) Tujuan: penyesuaian hidup dan tanggung jawab sosial;
(2) Kurikulum: komprehensif mencakup semua pengetahuan yang berguna berisi
pentahuan umum dan pengetahuan praktis;
(3) Metode: Belajar tergantung pada pengalaman baik langsung atau tidak
langsung. Metodenya harus logis dan psikologis. Metode pontiditioning
(Stimulua-Respon) adalah metode pokok yang digunakan;
(4) Peran peserta didik adalah menguasai pengetahuan yang handal dapat
dipercaya. Dalam hal disiplin, peraturan yang baik adalah esensial
dalam belajar. Disiplin mental dan moral dibutuhkan untuk memperoleh hasil yang
baik;
(5) Peranan pendidik adalah menguasai pengetahuan, terampil dalam teknik
mengajar dan dengan keras menuntut prestasi peserta didik.
Kesimpulan
Pada
hakikatnya, pendidikan mencakup kegiatan
mendidik, mengajar dan melatih. Kegiatan tersebut dilaksanakan untuk
menstransformasi nilai-nilai yang dimaksud meliputi nilai-nilai religi, budaya
sains dan teknologi, seni dan keterampilan. Namun, tanpa filsafat pendidikan tidak dapat berbuat apa-apa dan
tidak tau apa yang harus dikerjakan.
Pendidikan dalam realisme memiliki keterkaitan
erat dengan pandangan John locke bahwa
akan pikiran jiwa manusia tidak lain adalah tabula rasa, ruang kosong tak
ubahnya kertas putih kemudian menerima impresi dari lingkungan. Oleh karena itu
pendidikan dipandang dibutuhkan karena untuk membentuk setiap individu agar mereka menjadi sesuai dengan apa yang dipandang baik. Dengan
demikian, pendidikan dalam realisme kerap indentikkan sebagai upaya pelaksanaan
psikologi behavioristik kedalam ruang pengajaran.
Tujuan pendidikan : penyesuaian hidup dan tanggung jawab
social. Kurikulum:
komprehensif mencakup semua pengetahuan yang berguna berisi pentahuan umum dan
pengetahuan praktis;. Metode: Stimulua-Respon adalah metode pokok yang
digunakan;. Peran peserta didik adalah menguasai pengetahuan yang
handal dapat dipercaya. Dalam hal disiplin, peraturan yang baik
adalah esensial dalam belajar. Disiplin mental dan moral dibutuhkan untuk
memperoleh hasil yang baik; dan Peranan pendidik adalah
menguasai pengetahuan, terampil dalam teknik mengajar dan dengan keras menuntut
prestasi peserta didik.
boleh tau daftar rujukannya gak mbak? lg butuh referensi
BalasHapus